Ada banyak hal yang tidak kumengerti dalam hidup.
Salah satunya adalah kebohonganku tentang langit yang menjadi benar.
"Aku bisa bahasa langit."
Kebohongan pertama yang kuutarakan pada laki-laki yang beristirahat di Kramat.
Sambil menaikkan kacamatanya, ia tersungging tipis.
Kukira ia akan menyebutku gila.
Namun justru ia mempertanyakan hal gila lainnya,
"Bisakah kutitip pesan untuk langit di Kramat? Sendu lah lebih lama. Aku menerus sendu sendirian."
Kala itu senyum tipis muncul di bibirku,
setelah sekian lama tidak ada yang menerima ketidakwarasanku.
---
"Kenapa ya, langitnya terik selalu akhir-akhir ini?"
tanyanya di ujung percakapan kami.
"Langit adalah pribadi yang mengerti. Kenapa harus hujan, kalau hati hati yang di bawahnya sedang larut dalam bahagia?"
Ia menyungging senyum lagi,
"Oh, jadi langit paham betul aku sedang bahagia rupanya?"
Dan senja itu muncul di pipinya, hingga hangatnya menjulur ke dadaku.
---
Seandainya langit bisa bicara, mungkin ia akan mendengus sebal melihat lidahku tak sekali juga kelu bicara tentangnya sambil memakiku kasar, "Dasar orang gila!"
Tapi tak sekalipun juga laki-laki itu menyebutku gila,
ia selalu tersenyum mendengar kebohongan-kebohongan tentang langit yang kusebutkan.
Seakan-akan semuanya adalah petikan kata dari buku yang paling ia suka.
Dan tak sekalipun juga aku percaya pada kebohongan-kebohonganku.
Pada setiap kebohongan yang kuutarakan pula muncul pertanyaan dalam dada;
"Waraskah sebenarnya aku?"
---
Namun siapa sangka, kebohongan-kebohongan itu ternyata adalah benar?
Siapa sangka langit ternyata benar-benar mengikuti rasa hati hati yang bernaung di bawahnya?
Siapa sangka langit ternyata benar-benar pribadi yang mengerti?
Dan siapa sangka pula hari ini cerita langit ternyata harus kusimpan sendiri?
Sebab siapa sangka pula,
laki-laki yang tidak sekalipun menudingku gila itu
memutuskan untuk pergi.
Kumpulan perasaan yang dikemas dalam perjalanan entah kemana; di kereta; di kamar tidur; dan di hati seseorang.
Tuesday, July 31, 2018
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Biarkan Aku Tidur
Aku baru kehilangan ayahku di hari sabtu. Dan pagi ini ada keharusan kehilanganmu. Amarah dan kesedihan campur aduk, Bawah-atas, gigi rah...
-
Jam lima tiga puluh sore hari, rintik hujan kian buatku merenung. Yang membesit adalah tangisku yang pecah di pelukmu, dan yang membe...
-
Seorang di antara kamu dan saya, Terlalu sibuk mencari patahan pensil yang hilang. Dimana pada saat yang sama, Seorang di antara kamu ...
-
Hatiku ombak yang ricuh, menggaduh, bergemuruh. Namun matamu riak yang tenang, yang terus lekang, yang teguh saat pasang. Aku ingin b...
No comments:
Post a Comment