Sinar matamu yang berpendar,
senyummu yang sering namun sebentar,
wangi asap kretekmu yang memudar,
kamu yang terlampau sabar,
dan bodohnya aku yang gemetar.
Semoga saja aku nanti sadar,
kita cuma kumpulan benturan kebetulan yang kuanggap benar.
Kumpulan perasaan yang dikemas dalam perjalanan entah kemana; di kereta; di kamar tidur; dan di hati seseorang.
Saturday, June 16, 2018
#LateUp: Siapakah airmata?
Pada dasarnya segala rasa cuma fase belaka.
Hari ini mungkin aku lupa, besok bisa jadi suka.
Bisa juga hari ini aku cemas, besokpun bisa jadi otakku tidak di sana.
Seiring waktu berjalan pelan,
aku mulai lupa caranya sentimentil.
Seakan kesedihan memang sudah merupakan hal yang kucemil,
dan kuasanya jadi nihil.
Kata ibuku,
air mata pertanda lelah,
sedang menurutku air mata adalah bentuk kemutlakan
dari lemah.
Tapi perlukah rasa sedih diungkap?
Perlukah wajahku tau senduku yang bukan salahnya?
Perlukah punggung tanganku ikut basah oleh airmata yang bukan urusannya?
Dan siapakah airmata,
sampai kelenjar lakrimalis harus tunduk kepadanya?
Hari ini mungkin aku lupa, besok bisa jadi suka.
Bisa juga hari ini aku cemas, besokpun bisa jadi otakku tidak di sana.
Seiring waktu berjalan pelan,
aku mulai lupa caranya sentimentil.
Seakan kesedihan memang sudah merupakan hal yang kucemil,
dan kuasanya jadi nihil.
Kata ibuku,
air mata pertanda lelah,
sedang menurutku air mata adalah bentuk kemutlakan
dari lemah.
Tapi perlukah rasa sedih diungkap?
Perlukah wajahku tau senduku yang bukan salahnya?
Perlukah punggung tanganku ikut basah oleh airmata yang bukan urusannya?
Dan siapakah airmata,
sampai kelenjar lakrimalis harus tunduk kepadanya?
:-)
Aku ingin menikmati hari ini
dengan langit yang separuh mendung namun tidak sendu,
dan dengan angin sepoi yang menyapu kecil rambutmu
tanya bertanya dulu;
maukah kau disentuh?
dengan langit yang separuh mendung namun tidak sendu,
dan dengan angin sepoi yang menyapu kecil rambutmu
tanya bertanya dulu;
maukah kau disentuh?
Jauh, dari Pa(n)dang
"Sayang", tuturnya lantang
"juga hari ini bintang hanya dapat dilihat dengan
tubuh terlentang, dan kaki telanjang di antara desir ombak
dan gelombang pasang yang menolak tenang."
Dan seperti kapal yang tersangkut pada karang,
dengan sendu kurekam arah pulang.
Meski hingga saatnya nanti petang datang,
Padang masih cuma sebatas bayang-bayang.
"juga hari ini bintang hanya dapat dilihat dengan
tubuh terlentang, dan kaki telanjang di antara desir ombak
dan gelombang pasang yang menolak tenang."
Dan seperti kapal yang tersangkut pada karang,
dengan sendu kurekam arah pulang.
Meski hingga saatnya nanti petang datang,
Padang masih cuma sebatas bayang-bayang.
#LateUp: Dari-Untuk
Hatiku ombak yang ricuh,
menggaduh, bergemuruh.
Namun matamu riak yang tenang,
yang terus lekang,
yang teguh saat pasang.
Aku ingin berenang di riak yang damai,
dan terjebak dalamnya selamanya.
Sambil berharap dinding-dindingnya kedap suara,
dan kau tuli sementara.
--sebab suara jantungku terlalu ricuh untuk bisa kuredam dan genggamku terlalu sempit untuk denyutnya yang berantakkan.
Aku mulai buyar, bersamamu
Tapi resah, absenmu.
Apa tujuan cinta memang hanya sebatas dibuat gusar oleh rindu dan pening oleh hipotesa-hipotesa tak pasti yang mungkin benar?
Ah, sialan.
menggaduh, bergemuruh.
Namun matamu riak yang tenang,
yang terus lekang,
yang teguh saat pasang.
Aku ingin berenang di riak yang damai,
dan terjebak dalamnya selamanya.
Sambil berharap dinding-dindingnya kedap suara,
dan kau tuli sementara.
--sebab suara jantungku terlalu ricuh untuk bisa kuredam dan genggamku terlalu sempit untuk denyutnya yang berantakkan.
Aku mulai buyar, bersamamu
Tapi resah, absenmu.
Apa tujuan cinta memang hanya sebatas dibuat gusar oleh rindu dan pening oleh hipotesa-hipotesa tak pasti yang mungkin benar?
Ah, sialan.
Cerita tujuan Maja
Di kereta tujuan Maja,
kutemukan dia duduk manis di pangkuan ibunya.
Tertawa riang, mengerling manja.
Melompat ke arah ayahnya meminta pelukan,
disambut hangat uluran kedua lengan.
Lengan-lengan lelah yang bercampur dengan mata sayu,
jua pipi itu jatuh di bahu.
Dan di sela tawanya yang panjang,
dan pipi berlesungnya yang terlihat dari belakang,
bunga itu ternyata memilih wajahnya
Di pipi kanan di bawah kantong mata.
Seadanya surut senyumku,
cemasku muncul mulai bersemoga.
Semoga ia tidak merengek dan merobek pipinya
kala ia dewasa nanti
kutemukan dia duduk manis di pangkuan ibunya.
Tertawa riang, mengerling manja.
Melompat ke arah ayahnya meminta pelukan,
disambut hangat uluran kedua lengan.
Lengan-lengan lelah yang bercampur dengan mata sayu,
jua pipi itu jatuh di bahu.
Dan di sela tawanya yang panjang,
dan pipi berlesungnya yang terlihat dari belakang,
bunga itu ternyata memilih wajahnya
Di pipi kanan di bawah kantong mata.
Seadanya surut senyumku,
cemasku muncul mulai bersemoga.
Semoga ia tidak merengek dan merobek pipinya
kala ia dewasa nanti
Kebodohan Bercocok Tanam
Aku ingin bisa,
mencintai seseorang dengan sederhana.
Dengan hanya hati yang cuma paham bahasa cinta dan rindu,
dan yang naif oleh keadaan,
dan yang lupa pernah luka.
Aku ingin mencintai
tanpa amarah
tanpa cemburu
tanpa sedih
tanpa takut
tanpa ragu
tanpa gelisah
tanpa lainnya
dan lainnya.
Bodohnya,
hari ini juga aku masih menanam Cinta di pot yang sama
dengan Gelisah.
mencintai seseorang dengan sederhana.
Dengan hanya hati yang cuma paham bahasa cinta dan rindu,
dan yang naif oleh keadaan,
dan yang lupa pernah luka.
Aku ingin mencintai
tanpa amarah
tanpa cemburu
tanpa sedih
tanpa takut
tanpa ragu
tanpa gelisah
tanpa lainnya
dan lainnya.
Bodohnya,
hari ini juga aku masih menanam Cinta di pot yang sama
dengan Gelisah.
Pertanyaan Maha Benar
Dan tidak ada yang lebih benar daripada pertanyaan "bagaimana".
Bagaimana bisa seseorang mencintai seorang lainnya dengan benar,
jika ia pun tidak mencintai dirinya sendiri?
Kala itu pula saya tersadar,
mungkin ada beribu pertanyaan tanpa jawaban
yang sebenarnya sedang menjawab pertanyaan lainnya yang terlupakan.
Mungkin.
--pertanyaan yang menjawab pertanyaan
"Mengapa tidak sekali pun, kucintai kau dengan benar?"
Bagaimana bisa seseorang mencintai seorang lainnya dengan benar,
jika ia pun tidak mencintai dirinya sendiri?
Kala itu pula saya tersadar,
mungkin ada beribu pertanyaan tanpa jawaban
yang sebenarnya sedang menjawab pertanyaan lainnya yang terlupakan.
Mungkin.
--pertanyaan yang menjawab pertanyaan
"Mengapa tidak sekali pun, kucintai kau dengan benar?"
Subscribe to:
Comments (Atom)
Biarkan Aku Tidur
Aku baru kehilangan ayahku di hari sabtu. Dan pagi ini ada keharusan kehilanganmu. Amarah dan kesedihan campur aduk, Bawah-atas, gigi rah...
-
Jam lima tiga puluh sore hari, rintik hujan kian buatku merenung. Yang membesit adalah tangisku yang pecah di pelukmu, dan yang membe...
-
Seorang di antara kamu dan saya, Terlalu sibuk mencari patahan pensil yang hilang. Dimana pada saat yang sama, Seorang di antara kamu ...
-
Hatiku ombak yang ricuh, menggaduh, bergemuruh. Namun matamu riak yang tenang, yang terus lekang, yang teguh saat pasang. Aku ingin b...