Pada dasarnya segala rasa cuma fase belaka.
Hari ini mungkin aku lupa, besok bisa jadi suka.
Bisa juga hari ini aku cemas, besokpun bisa jadi otakku tidak di sana.
Seiring waktu berjalan pelan,
aku mulai lupa caranya sentimentil.
Seakan kesedihan memang sudah merupakan hal yang kucemil,
dan kuasanya jadi nihil.
Kata ibuku,
air mata pertanda lelah,
sedang menurutku air mata adalah bentuk kemutlakan
dari lemah.
Tapi perlukah rasa sedih diungkap?
Perlukah wajahku tau senduku yang bukan salahnya?
Perlukah punggung tanganku ikut basah oleh airmata yang bukan urusannya?
Dan siapakah airmata,
sampai kelenjar lakrimalis harus tunduk kepadanya?
Kumpulan perasaan yang dikemas dalam perjalanan entah kemana; di kereta; di kamar tidur; dan di hati seseorang.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Biarkan Aku Tidur
Aku baru kehilangan ayahku di hari sabtu. Dan pagi ini ada keharusan kehilanganmu. Amarah dan kesedihan campur aduk, Bawah-atas, gigi rah...
-
Jam lima tiga puluh sore hari, rintik hujan kian buatku merenung. Yang membesit adalah tangisku yang pecah di pelukmu, dan yang membe...
-
Seorang di antara kamu dan saya, Terlalu sibuk mencari patahan pensil yang hilang. Dimana pada saat yang sama, Seorang di antara kamu ...
-
Hatiku ombak yang ricuh, menggaduh, bergemuruh. Namun matamu riak yang tenang, yang terus lekang, yang teguh saat pasang. Aku ingin b...
No comments:
Post a Comment