Tuesday, October 30, 2018

Untuknya; yang belum tahu

Ia manis,
pendam mataku.

Dia mirip bunga Daisy kuning kesukaan ibu

yang merekah mekar sejak hari Sabtu.
Bukan favoritku,
tapi mataku dipaksa memaling tau menahu.

Tenggelam, ku dalam matanya,

mirip lebah yang tersesat di padang bunga.
Manis, manis, manis!
Kutahan diri - Ah, begitu miris.

Sebab matanya bom waktu buatku;

Sudah bulat, pun kilaunya begitu.
Jangan tatap aku dalam-dalam, tolong!
Pesonamu tidak akan muat kusimpan hanya di kolong!

Monday, October 22, 2018

Secinta itukah?

Aku menulis banyak;
dalam ruangan tak berbatas ini
ketika kusadari talinya mau lepas saja
dan baranya tidak lagi ada.

Aku menulis banyak;
dalam kertass-kertas kosong
ketika harinya lowong
dan kita sudah tidak banyak omong.

Aku menulis banyak;
dalam kereta menuju Sudimara
ketika ia memutuskan semua
dan menyudahi yang ada.

Tapi aku tidak menulis apa-apa.
Aku tidak pernah menulis apa-apa.

Saat awal ku jawab tanyanya;
aku juga cinta.

Betulkah secinta itu aku padanya,
bila cintapun tidak kutuang pada tinta?

Friday, October 12, 2018

Bukan Urusanmu!

Kasihan waktu;
yang terlalu diburu egomu.
Jatuh cinta buru-buru,
matinya pun diburu-buru.

Melupakan memang butuh waktu,
dan kau cukup tau itu urusanku!
Cepat, lambat, tepat atau tersesat,
itu bagianku!

Urusanmu hanya menutup pintu!

Thursday, October 11, 2018

Ternyata Aku Penyusup

Aku telah merelakannya di antara daun-daun gugur.
Melebur dengan tanah, bersama harapan yang tak lagi subur.
Sedih dan sepi ikut pergi,
menolak menengok lagi.

Senyumku muncul kali ini.
Sadar, lainnya yang kusayangi masih mengelilingi.
Tiba-tiba hangat penuhi diri,
dan sekali lagi aku punya hati.

Setidaknya sampai salah satu temannya
yang tak dekat, yang baru kukenal bertanya:

"Kalau kamu dengannya,
apa kabar dengan Cinta?"

Aku tertegun.

Ya, maafkan eksistensiku yang hanya seluas asramamu.

Kukunci kau, Masa Lalu!

Masa lalu punya ruangannya sendiri.
Aku bersumpah; "Ia selalu kukunci!"
Sambil mengangkat gelasku tinggi,
aku memaki masa lalu enyah jangan kembali.

Mereka terkekeh sambil menggeleng,
"Sepandai-pandainya kunci yang sembunyi,
kau akan kembali dan membebaskannya sekali lagi!"

Dengan pipi merah, dan mata menyipit.
Aku tertawa lebar, karena mereka selalu benar.

Teman-temanku selalu benar.

Senyum

Senyumnya pasar yang ramai,
yang gemerisik di antara tungkai-tungkai santai.

Dan aku--
ayam hidup yang menunggu dipasung mati.

Biar sebentar saja.
Sebentar saja!

Ia kunikmati.

Biarkan Aku Tidur

Aku baru kehilangan ayahku di hari sabtu. Dan pagi ini ada keharusan kehilanganmu. Amarah dan kesedihan campur aduk, Bawah-atas, gigi rah...