Wednesday, September 5, 2018

Setidaknya

Aku menemukannya pada kursi-kursi tak bertuan; pada kursi dekat toilet lantai 3 yang posisinya tusuk sate, pada kursi besi dekat kantin di bawah payung Starbucks, pada kursi ketiga dari kiri meja pertama di ruang 307, pada kursi besi di samping Mushola lantai dasar, namun waktu kusentuh ia hilang jadi angin.

Aku menemukannya pada meja-meja yang berkabut; pada meja yang ditumpangi kaktus-kaktusnya, pada meja terapih di seberang meja yang sebelumnya, pada meja pertama ruang 305, pada meja besi di bawah payung Starbucks juga, namun saat kucecar ia lenyap dalam kabut.

Aku menemukannya pada jalan-jalan sibuk; pada jalanan deretan Gado-Gado Cikini, pada jalan Sabang, pada jalan parkiran favoritnya, pada jembatan arah Kwitang, pada arah menuju Tanah Abang, pada persimpangan Terminal Pulogebang dan Bintara, namun waktu kupanggil ia menyatu dengan keramaian.

Dan siang tadi, ia adalah yang pertama mataku lihat di perjalanan menuju kantin. Ia menghilang lagi di antara keramaian, lalu muncul di samping ruang kaca transparan dalam perjalanan melepas dahaganya.

Ia nyata kali ini—kuduga.
Hanya, kakiku diam saja memaku di lantai keramik abu-abu.

Mungkin menatapnya dari kejauhan akan membuatnya tinggal lebih lama.

Sebab aku masih ingin mencintainya,


setidaknya dengan durasi yang lebih panjang.

No comments:

Post a Comment

Biarkan Aku Tidur

Aku baru kehilangan ayahku di hari sabtu. Dan pagi ini ada keharusan kehilanganmu. Amarah dan kesedihan campur aduk, Bawah-atas, gigi rah...