Wednesday, August 22, 2018

Masihkah Kau Peluk di Sana?

Aku menempelkan ujung hidungku pada pergelangan tangan kiriku pagi ini.

Aku merindukanmu.
Batinku masih memeluk guling di bawah selimut kotak-kotakku yang tipis.

Sayang, harummu yang kusemprotkan kemarin tanpa tahu malu di minimarket dekat rumah sudah pergi. Yang menyisa cuma wangi sabun mandiku yang baru kubeli.

Wanginya yang terbenam semalaman,
hanya kuhirup kadang-kadang pula itu juga dengan ketakutan
--dan keraguan.

Aku takut kalau kuhirup dalam-dalam,
kerinduan akan nyaman.

Aku akan lelap dengan harapan terbangun melihatmu yang kembali terjaga menatap langit-langit pada jam 3 dini hari sambil melipat tangan di balik kepala,
lalu kuutarakan pertanyaan yang sama;
"kenapa kamu belum tidur?"
berurut ketakutanmu tak bangun, lemparan senyuman,
putaran badan dan pelukan yang waktu itu kukenakan.

namun malahan terbangun dengan kekecewaan pada air muka
di pantulan kaca yang juga bingung mau bilang apa
karena memang kita juga tidak lagi ada.

Aku mencoba memenggal keraguan dan percaya saja pada kewarasan,
karena tidak mungkin kan aku tiba-tiba berlari padamu lalu mempertanyakan;




apakah cinta juga masih kau peluk di sana?

Saturday, August 18, 2018

#LateUp: Jawabannya Adalah

Ada yang melulu tidak soal kontinuitas.
Sendu hari ini bergabung di dalamnya.
Di bawah langit Tangerang yang hari ini semerbak warnanya,
dengan gurauku padamu; langit mengerti rasa hati.

--mungkin juga sedang menjawab pertanyaanmu; aku bukan siapa-siapa. Hanya gadis biasa yang pura-pura mengerti bahasa angin. Sebab, hari ini untuk pertama kalinya langit salah mengira.

Biarkan Aku Tidur

Aku baru kehilangan ayahku di hari sabtu. Dan pagi ini ada keharusan kehilanganmu. Amarah dan kesedihan campur aduk, Bawah-atas, gigi rah...